5 Alasan Lulusan Perguruan Tinggi Susah Dapat Pekerjaan
- May 04, 2016
-
Youthmanual
Oleh Alvin Bahar untuk Hai Online
Kayaknya para lulusan perguruan tinggi Indonesia lagi deg-deg-an, nih, sob. Pasalnya, gelar ijazah pendidikan tinggi yang mereka raih nggak lagi jadi jaminan mendapat pekerjaan. Yap, lulusan perguruan tinggi kini susah dapat pekerjaan!
Apalagi mulai 1 Januari tahun ini, mereka harus bersaing dengan tenaga kerja asing dari negara-negara ASEAN, sebagai dampak berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Wih, tambah berat, sob!
Sebenarnya, lulusan universitas Indonesia sudah tampak sulit memperoleh pekerjaan, dilihat dari angka pengangguran terdidik yang meningkat setiap tahun. Angka pengangguran terdidik pada tahun 2014 meningkat dibandingkan tahun 2013 (8,36 persen, atau 619.288 orang) dan 2012 (8,79 persen, atau 645.866 orang).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2014, 9,5 persen (688.660 orang) dari total penganggur di Indonesia adalah alumni perguruan tinggi.
Dari jumlah tersebut, penganggur paling tinggi merupakan sarjana S1—sebanyak 495.143 orang—sementara sisanya adalah lulusan diploma tiga.
"Tingkat pengangguran terbuka Indonesia berdasarkan pendidikan yang ditamatkan cukup membahayakan," kata mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Djalal, pada Kompas.
Duh, bikin deg-degan, ya.
Sebenarnya, apa sih penyebab lulusan perguruan tinggi susah dapat pekerjaan?
1. Konsep pendidikan tinggi yang salah
Menurut Fasli, Indonesia perlu mendesain ulang konsep pendidikan tinggi agar lulusannya mudah diserap industri.
"Apa masih perlu, mendidik anak selama empat tahun di perguruan tinggi? Atau mungkin sebenarnya cukup memberikan mereka pelatihan bersertifikat internasional selama enam bulan, agar mereka bisa langsung bekerja di sejumlah negara?" ujarnya.
2. Ketimpangan antara profil lulusan perguruan tinggi dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan
Lulusan perguruan tinggi banyak yang menganggur karena adanya ketimpangan antara profil lulusan universitas dengan kualifikasi tenaga kerja siap pakai yang dibutuhkan perusahaan.
Berdasarkan hasil studi Willis Towers Watson tentang Talent Management and Rewards sejak tahun 2014, 8 dari 10 perusahaan di Indonesia kesulitan mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai.
Masih menurut hasil studi tersebut, semestinya perusahaan nggak sulit mencari tenaga kerja, sebab angka pertumbuhan lulusan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahun selalu bertambah. Sementara itu, angka permintaan perusahaan terhadap tenaga kerja selalu lebih rendah daripada jumlah lulusannya.
"Setelah India dan Brasil, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan pertumbuhan lulusan universitas lebih dari 4 persen, dan rata-rata surplus 1.5 persen per tahun. Tapi, perusahaan tetap kesulitan mendapatkan karyawan yang berpotensi tinggi," ujar Consultant Director, Willis Tower Watson Indonesia, Lilis Halim pada diskusi A Taste Of L’oreal, Rabu (20/4).
3. Lulusan nggak punya skill yang dibutuhkan
Penyebab lain lulusan perguruan tinggi Indonesia menganggur adalah karena mereka nggak memiliki skill yang dibutuhkan perusahaan, serta critical skill.
"Skill adalah syarat utama untuk para fresh grad memasuki dunia kerja. Selain itu, pekerja juga harus punya critical skill jika ingin berkembang dan masuk jajaran manajemen perusahaan," kata Ibu Lilis.
Ibu Lilis juga mengatakan, di era digital ini, lulusan perguruan tinggi harus punya digital skills, alias tahu dan menguasai dunia digital. Mereka juga harus punya agile thinking ability (keahlian berpikir dalam banyak skenario) serta interpersonal and communication skill (keahlian berkomunikasi dengan orang lain, sehingga berani adu pendapat).
Terakhir, menurut Ibu Lilis, para lulusan juga harus punya global skills, meliputi kemampuan bahasa asing, kemampuan berpadu dan menyatu dengan orang asing dari beda budaya, serta kesensitivitasan terhadap nilai budaya.
4. Kesalahan sistem pendidikan Indonesia
Pakar pendidikan Indonesia, Bapak Arief Rachman, yang juga panelis dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa kualitas lulusan perguruan tinggi yang nggak sesuai kebutuhan industri kerja sekarang ini adalah akibat kesalahan sistem pendidikan Indonesia selama 20 tahun lalu.
"Selama ini, mahasiswa hanya disuruh belajar untuk lulus jadi sarjana. Mereka hanya mengejar status—bukan proses—untuk menjadi sarjana. Akhirnya mereka jadi tidak punya pemahaman apa-apa terhadap proses pendidikan yang sudah dilalui," ujarnya.
5. Takut perubahan
Pak Arief juga mengajak orang tua, guru dan dosen untuk mengajarkan kepada generasi muda agar nggak takut terhadap perubahan. Beliau pun mengkiritik orang yang kontra dengan perubahan kurikulum pendidikan.
"Jangan takut kurikulum pendidikan berubah, sebab perubahan itu juga untuk menyesuaikan dengan kebutuhan industri dan dunia yang dinamis," kata Arief.
Guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tersebut juga berharap agar pemerintah dan perguruan tinggi bisa mengajak pihak swasta untuk menyusun kurikulum yang tepat bagi perguruan tinggi.
"Kurikulum harus dibentuk juga oleh teman-teman dari swasta, sebab dari swasta, kita jadi tahu pengalaman [praktek kurikulum] di lapangan. Dan pengalaman merupakan guru paling hebat bagi mahasiswa," ujarnya.
(sumber gambar: independent.co.uk, newslaundry.com, huffingtonpost.com, jobs.aol.com, tbtf.org)

Kategori
For other uses, see Smiley (disambiguation). Several terms redirect here. For other uses, see Smiley Face (disambiguation) and Happy face (disambiguation). Example of a smiley face An example of an emoticon smiley face (represented using a colon followed by a parenthesis)…
7 Cara Mengetahui Karakter Seseorang yang Sebenarnya dan Sisi Tersembunyi MerekaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Wajah smiley Smiley (terkadang disebut wajah bahagia atau wajah tersenyum) adalah sebuah representasi khas dari wajah humanoid tersenyum yang merupakan sebuah bagian dari budaya populer di seluruh dunia. Bentuk klasiknya yang dirancang oleh…
5 Trik Gampang Untuk Lebih Berhemat di MallKomentar yang membangun untuk artikel biasanya fokus pada memberikan umpan balik yang positif dan spesifik, serta saran yang dapat membantu penulis meningkatkan kualitas artikelnya. Komentar ini juga harus sopan, konstruktif, dan berfokus pada perbaikan, bukan pada kritik yang merusak. Contoh Komentar…
Kehidupan Sehari-Hari Anak Kostan VS Anak RumahanAnda tidak dapat mengubah setelan komentar jika: https://support.google.com/youtube/answer/9482556?hl=id Audiens channel atau video ditetapkan sebagai “Dibuat untuk Anak-Anak”. Komentar dinonaktifkan di video yang ditetapkan sebagai Dibuat untuk Anak-Anak. Video disetel ke pribadi. Jika Anda ingin…
Siapa Sangka Sumpit Punya Sejarah, Filosofi, Fungsi, dan Tata Pemakaian yang Seru?